Malam ini tiba-tiba teringat sebuah kisah, yang redaksi persisnya tak begitu saya ingat, dan saya pun tak ingat siapa yang bercerita (maaf buat sang tokoh). Kira-kira begini ceritanya:
“Suatu hari si tokoh bertemu seorang ibu di pesawat menuju Jepang. Sang ibu pergi ke Jepang untuk menghadiri wisuda anaknya di Jepang. Lalu sang ibu pun bercerita, beliau memiliki tiga orang anak laki-laki, anak terakhirnya sekarang sedang kuliah di Amerika. Lalu sang tokoh menerka-nerka, kalau anak keduanya bisa kuliah di Jepang dan anak ketiganya bisa kuliah di Amerika, entah d negara mana lagi anak pertamanya kuliah? Sambil berkaca-kaca sang ibu bercerita bahwa anak pertamanya memilih berhenti sekolah dan menjadi seorang petani. Itu dia lakukan agar ia bisa menyekolahkan adik-adiknya hingga perguruan tinggi”
atau tokoh kakak yang lain dalam cerpen “Ketika Sang Gagah Pergi” karangan Helvy Tiana Rosa. Mas Gagah yang menjadi panutan untuk adiknya (yang belum tau, mungkin bisa baca cerpennya, pasti terharu bacanya). Singkatnya Mas Gagah ini sangat cerdas dan sholeh. Adiknya sampai kesal sendiri gara-gara si kakak suka mendengar lagu-lagu nasyid dan mengajaknya pengajian. Tepat di saat ulang tahun adiknya, si adik memutuskan memakai jilbab dan ingin memberikan kejutan untuk kakaknya. Tapi tepat saat itu juga, ternyata Allah memanggil sang kakak dalam kecelakaan mobil.
Dari dulu saya selalu mengagumi sosok yang punya tanggung jawab terhadap keluarga, terutama sosok kakak. Mungkin ini karena posisi saya sebagai anak terakhir dan perempuan satu-satunya dalam keluarga. Buat saya, berkorban buat keluarga, menekan egonya untuk keberhasilan sang adik adalah hal luar biasa. Saya punya tiga orang kakak laki-laki yang dalam perjalanannya sangat mendukung saya meraih cita-cita. Tentunya selain orang tua saya, mereka adalah sosok yang berusaha memenuhi kebutuhan saya terutama terkait pendidikan.
Saya selalu ingat kata-kata kakak saya, “Gpp rumah kita jelek Cit, yang penting kita punya aset buat masa depan, yaitu ilmu. Makanya Citra sekolah yang bener.”
Yang setidaknya itu jadi salah satu hal yang membuat saya bangkit saat sedang demotivasi. Mereka mungkin bukan lulusan luar negeri, bukan juga orang-orang penting di negeri ini. Tapi buat saya, mereka jauh lebih penting dari semua orang penting di Indonesia. Karena mereka sekarang saya bisa menginjakkan kaki dan melihat terbitnya matahari dari belahan bumi yang lain.
Buat semua kakak-kakak, terima kasih atas pengorbanannya. Teruslah menginspirasi, ku tau, meski kau punya keluarga baru dengan tanggung jawab yang lebih besar, tapi kau tak pernah melupakan keluarga yang dibangun ayah dan ibu kita.
Semoga pengorbanan dan kebaikan kalian dibalas berpuluh-puluh kali lipat oleh Allah SWT dan mempermudah jalan kalian. Percaya lah, akan janji Allah seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 286
“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya…”
Dan akan selalu ada papa, mama, dan keluarga yang mendoakanmu
Buat semua adik di dunia ini, mari berterima kasih pada kakak-kakak kita. Meski sering kali mereka usil, tapi itu pasti karena mereka menyayangi kita.
Kangen rumaaaaaaaaaaaah.
Citra emang romantis ya. hahaha…
Comments