Aliran Rasa


--Prolog--
Saya lahir dari seorang ibu rumah tangga yang selalu membersamai saya dan mengerjakan segala urusan domestik sendirian. She's such a very perfect mother and wife. Hingga dalam bayangan saya, suatu hari ketika jadi ibu, saya pun harus seperti itu.
Segera setelah anak saya lahir, 4 bulan kemudian saya memutuskan untuk resign demi membersamai anak. Menyesal kah? Tidak sama sekali. Hanya saja saya bukan superwoman seperti ibu saya. Saya yang biasa beraktivitas di luar rumah, belajar, bertemu banyak orang kemudian tenggelam dalam aktivitas domestik. Itu yang tidak saya pertimbangkan. Pelan-pelan saya menarik diri dari kehidupan sosial krn buat saya sudah cukup melelahkan seharian 'bekerja' di rumah. Ditambah pikiran repot jika ingin keluar rumah krn harus naik taksi dengan tas besar (krn ga bisa nyetir kalau ga ada suami). Lalu seringkali bosan dgn rutinitas yang sama pada akhirnya. Lalu sedikit-sedikit mulai lemah, jadwal berantakan, ibadah kendor, baca buku berkurang dll.
Lalu ada di satu titik saya merasa harus berubah. Saya ingat ketika kemudian di tiap sholat saya selalu berdoa agar berikan teman yang saleh yang selalu mengajak pada kebaikan. Kemudian, pada akhirnya, Allah bukakan jalan untuk mengenal saudara-saudara di IIP ini.

--Aliran Rasa--
Setelah melewati materi demi materi IIP, rasanya sedikit demi sedikit pula ada suntikan semangat baru.
Dulu pun saya sempat berpikir, mungkin kah memulai mimpi dari nol lagi di usia saya saat ini, tapi justru di sini kami memang belajar dari nol kilometer tetapi dengan perencanaan yang baik. Jadi tidak peduli berapapun usia kita sekarang, kita masih bisa mencapai cita-cita dgn lebih terencana. Terlebih lagi bersyukur bisa mengenal teman-teman luar biasa dan mengambil pelajaran dr mereka.
Semoga ilmu-ilmu yang didapat bisa terus di aplikasikan dan apa yang menjadi misi hidup bisa tercapai.

Tak pernah ada MIMPI yang terlalu BESAR. Yang ada hanya USAHA yang tak sebesar MIMPI -Quotes


Comments